Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Benarkah Korupsi Anggaran COVID-19 Tidak dapat dihukum? Berikut Penjelasanya

Oleh : "Yudha Sunarta Suir"

Masalah terkait korupsi anggaran COVID-19 menjadi populer setelah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 dibuat. Perppu ini memberi imunitas pada pejabat untuk mengatur dan menjaga stabilitas keuangan dalam menangani pandemi. Pro dan kontra muncul pada Pasal 27 ayat (2) dan (3) di perppu tersebut.

Pasal 27 Ayat (2) menyatakan bahwa pejabat tidak dapat dituntut baik secara perdata dan pidana jika didasari iktikad baik saat mengatur dan menjaga stabilitas keuangan untuk menangani pandemi. Pasal 27Ayat (3) juga menyatakan tindakan berdasarkan perppu ini tidak dapat digugat atau diajukan ke peradilan tata usaha negara.

Padahal terdapat banyak celah korupsi anggaran pandemi. Lantas, muncul pertanyaan benarkah korupsi anggaran COVID-19 tidak dapat dihukum? Bagaimana jika koruptor memanfaatkan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 sebagai dalih untuk melindungi mereka? Oleh karena itu, perppu ini diangkat ke Mahkamah Konstitusi karena dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Ada Banyak Celah yang Berpotensi Menyebabkan Korupsi

Di lapangan, terdapat banyak celah korupsi anggaran COVID-19. Di antaranya program jaring sosial, pengadaan barang dan jasa, pendistribusian bantuan, dan realokasi anggaran. Celah-celah ini perlu diwaspadai untuk menghindari terjadinya sumbangan fiktif, adanya pungutan liar, penggelapan dana, atau pengurangan kuantitas dan kualitas sumbangan.

Apalagi Perppu Nomor 1 Tahun 2020 menjadi persoalan yang memunculkan pro dan kontra. Akhirnya dibentuk satgas gabungan pencegahan dan penindakan COVID-19. Sebelumnya pandemi ini telah ditetapkan sebagai kedaruratan kesehatan masyarakat dan bencana nonalam berdasarkan Keppres Nomor 11 dan 12 Tahun 2020.

Benarkah Korupsi Anggaran COVID-19 Tidak dapat dihukum?
Benarkah Korupsi Anggaran COVID-19 Tidak dapat dihukum?

Undang-Undang Tipikor di Era Pandemi Menjadi Tumpul

Salus populi suprema lex esto asas yang digunakan ketua KPK dalam penanganan hukum bagi koruptor di masa tertentu mengartikan keselamatan rakyat merupakan hukum tertinggi. Oleh karena itu, KPK menegaskan pidana mati bagi koruptor di era pandemi. Hal ini berdasarkan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), tepatnya korupsi dalam keadaan tertentu. Keadaan yang dimaksud ialah korupsi saat bencana COVID-19. 

Undang-undang tipikor disusun untuk memenuhi asas nullum delictum nulla poena sine praeva lege poenali atau asas legalitas agar dapat menghukum pelaku korupsi. Sayangnya penerapan undang-undang ini terganjal oleh Perppu Nomor 1 Tahun 2020. Karena hukum korupsi menjadi tumpul, akhirnya pengawasan menjadi pilihan preventif untuk dilakukan.

Sanksi di Luar Hukum Positif Tetap Berlaku dan Terus Berlaku

Jika Perppu Nomor 1 Tahun 2020 merupakan sumber imunitas koruptor, namun terdapat juga sanksi yang berada di luar hukum positif yang masih tetap berlaku di masyarakat. Sanksi ini meliputi sanksi moral dan sosial. Korupsi termasuk tindakan amoral dan melanggar norma norma yang berlaku di masyarakat sehingga layak mendapat sanksi dari masyarakat. Semestinya, sanksi dari masyarakat seperti pengasingan sosial, hinaan, ejekan, mata yang sinis memandang, tidak diterima didalam kehidupan bertetangga dapat memberikan pelajaran yang sadis kepada koruptor. Tetapi apa yang terjadi? Koruptor yang telah merampok uang tersebut bukanlah “manusia” yang bisa diperlakukan demikian, mengapa ? karena hanya “manusia” yang berakal yang bisa mengerti seni kehidupan sosial.

Perbandingan dengan Negara Lain Menghadapi Pandemi Covid-19

Korupsi tidak hanya terjadi di Indonesia. Di negara-negara lain, potensi korupsi juga mengancam di era pandemi. China yang diwakili Komisi Pusat untuk Inspeksi Disiplin sebagai institusi pengatur aturan tertinggi manyatakan akan menghukum siapa pun yang menyalahgunakan anggaran COVID-19. Sebelumnya Presiden Xi Jinping juga telah menjalankan hukuman mati untuk koruptor China.

Berbeda dengan Jepang yang tidak memiliki undang-undang tipikor. Negara sakura ini memberlakukan sanksi sosial bagi koruptor, yakni harakiri atau membunuh dirinya sendiri. Amerika yang sampai saat ini tidak memiliki badan khusus untuk menangani korupsi juga menerapkan hukum yang  ekstrem, termasuk mengusir koruptor dari negaranya sendiri.

Indonesia tetaplah Indonesia sebagai negara hukum sesuai Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 Ayat 3 yang menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum bahwa hukum harus ditegakkan dan dilaksanakan dengan seadil adilnya untuk siapapun dan bagi siapapun. Korupsi yang dilakukan dimasa tertentu seperti pandemic saat ini di Indonesia tetap harus diproses hukum sesuai ketentuan hokum yang berlaku, yakni melalui Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. Meskipun undang-undang tipikor tampak dilemahkan oleh perppu yang baru dibuat, namun dalam pidana yang paling penting ialah mencari dan menemukan kebenaran materil itu sendiri.

2 komentar untuk "Benarkah Korupsi Anggaran COVID-19 Tidak dapat dihukum? Berikut Penjelasanya"