Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Drone Alat Perang Modern dalam Pengaturannya Hukum Humaniter Internasional



     Drone sebagai alat perang - Di zaman yang semakin canggih ini, banyak teknologi diciptakan untuk memudahkan kehidupan atau aktivitas manusia. Salah satu penemuan atau modifikasi teknologi yang sangat berdampak adalah modifikasi pesawat terbang awak menjadi pesawat tanpa awak atau yang biasa disebut sebagai drone. 

     Drone sebagai bentuk modifikasi pesawat tanpa awak dimanfaatkan oleh banyak orang ataupun pihak untuk memudahkan pekerjaan mereka. Baik oleh pemerintahan, ataupun oleh militer sebagai alat perang. Namun bagaimanakah pengaturan drone sebagai alat perang dalam Hukum Humaniter Internasional? Berikut ulasannya singkat. 

Drone sebagai Alat Perang Modern 
     Drone dapat diartikan sebagai sebuah bentuk teknologi canggih dari kendaraan udara. Bentuk drone yang menyerupai pesawat atau helikopter membuatnya disebut sebagai modifikasi pesawat. Bedanya, drone dapat dikendarai dengan tanpa awak atau autopilot. Cukup menggunakan media remote control untuk mengendalikan drone. Banyak orang memanfaatkan drone untuk beragam penggunaan dan salah satunya adalah pemanfaatan drone sebagai alat perang. 

     Pihak militer menggunakan drone untuk menyelesaikan misi sulit dan beresiko tinggi untuk pesawat yang memiliki awak atau pilot. Dengan drone, militer bisa meminimalisir terjadinya kecelakaan dalam misi militer yang bisa memakan korban jiwa. Karena kemudahan dan fungsinya itulah drone menjadi sangat populer sebagai salah satu alat perang modern. 

     Namun, penggunaan drone sebagai alat perang tentu memiliki peraturan dan ketentuannya sendiri. Pengaturan mengenai drone sendiri tercantum dalam hukum humaniter Internasional. Hukum humaniter sendiri merupakan hukum yang terbagi atas dua golongan besar yaitu, hukum perang dan hukum Hak Asasi Manusia. 

Drone Cargo | Sunarta
Drone dalam Hukum Humaniter Internasional 
  Dalam Hukum Humaniter Internasional, drone termasuk dalam hukum perang pada sub hukum The Hague Laws atau hukum yang mengatur mengenai alat dan cara berperang. Mengingat bahwa saat ini, drone sebagai alat perang merupakan hal yang wajar dan sangat sering ditemukan.

  Dalam Hukum Humaniter Internasional, drone dibagi menjadi dua macam penggunaan. Pertama adalah Non Combat Drone (UAV) yang merupakan drone tanpa senjata yang tidak ditugaskan untuk menjatuhkan bom drone ini hanya berfungsi untuk pengintaian dan pengumpulan data. Dan kedua adalah Combat Drone atau yang merupakan drone sebagai alat perang. 

  Combat Drone dianggap sebagai alat militer karena drone macam ini berfungsi untuk melakukan serangan yang bertujuan untuk menyebabkan kerusakan pada militer musuh. Penggunaan drone jenis ini harus sesuai dengan prinsip Hukum Humaniter Internasional. Dalam hukum Humaniter Internasional, drone sebagai alat perang memang tidak disebutkan secara spesifik bagaimana regulasi ataupun ketentuannya.

  Akan tetapi, perlu digaris bawahi bahwa penggunaan drone sebagai alat perang harus menggunakan prinsip kehati-hatian dan harus membedakan antara kombatan dan sipil dan juga antara objek militer dan objek sipil. Penggunaan drone harus dalam langkah yang sangat hati-hati demi mencegah kemungkinan jatuhnya korban penduduk atau pun infrastruktur sipil. 

  Selain itu, drone sebagai alat perang juga dilarang untuk digunakan sebagai alat pembawa senjata yang dilarang seperti senjata kimia atau pun biologis. Hal ini sangat penting dimana penggunaan drone semacam itu tentu akan sangat membahayakan penduduk sipil diluar kebutuhan perang. 

  Kemudian, yang tidak kalah penting adalah perihal siapa yang memegang tanggung jawab terhadap drone sebagai alat perang tersebut setelah drone itu diluncurkan. Hal ini juga menjadi perhatian khusus dari Hukum Humaniter Internasional. Dalam hukum tersebut operator atau pengendali drone itulah yang akan bertanggung jawab secara penuh terhadap segala sesuatu yang terjadi menyangkut drone tersebut. 

Posting Komentar untuk "Drone Alat Perang Modern dalam Pengaturannya Hukum Humaniter Internasional"